BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai akal, jasmani dan rohani. Melalui
akalnya manusia dituntut untuk berfikir menggunakan akalnya untuk menciptakan
sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun untuk orang
lain. Melalui jasmaninya manusia dituntut untuk menggunakan fisik atau jasmaninya melakukan sesuatu yang sesuai dengan fungsinya dan tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dan melalui
rohaninya manusia dituntut untuk senantiasa dapat mengolah rohaninya yaitu
dengan cara beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Antara manusia dan peradaban mempunyai hubungan yang sangat erat karena
diantara keduanya saling mendukung untuk menciptakan suatu kehidupan yang
sesuai kodratnya. Suatu peradaban timbul karena ada yang menciptakannya yaitu
diantaranya ada faktor manusianya yang melaksanakan peradaban tersebut.
Suatu peradaban mempunyai wujud, tahapan
dan dapat berevolusi atatu berubah sesuai
dengan perkembangan zaman. Dari peradaban pula dapat mengakibatkan suatu
perubahan pada kehidupan sosial. Perubahan ini dapat diakibatkan karena
pengaruh modernisasi yang terjadi di masyarakat.
Masyarakat yang beradab dapat diartikan
sebagai masyarakat yang mempunyai sopan santun dan kebaikan budi pekerti.
Ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian sebagai makna hakiki manusia
beradab dan dalam pengertian lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara
kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Perkembangan dunia IPTEK yang demikian mengagumkan itu
memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban umat
manusia. Jenis – jenis pekerjaan
yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah
bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis, demikian juga ditemukannya formulasi – formulasi baru
kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia
dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia.
1.2.Rumusan Masalah
Bermula dari latar belakang
di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah :
1.
Bagaimana hakekat adab dan
peradaban?
2.
Bagaimana hakekat manusia sebagai
mahluk beradab dan masyarakat adab?
3.
Bagaimana evolusi budaya dan tahap –
tahap peradaban?
4.
Bagaimana wujud peradaban?
5.
Bagaimana
problematika peradaban
dalam kehidupan
masyarakat?
1.3.Tujuan
Dalam
penyusunan makalah ini, tujuan yang hendak dicapai adalah:
1. Megetahui
hakekat adab dan peradaban.
2. Mengetahui
hakekat manusia sebagai mahluk beradab dan masyarakat adab.
3. Mengetahui
evolusi budaya dan tahap – tahap peradaban.
4. Mengetahui
wujud peradaban
5. Mengeteahiu problematika
peradaban
dalam kehidupan
masyarakat
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1. Hakikat Adab dan Peradaban
Dalam
bahasa Inggris Civilization, sering dipakai untuk menunjukkan pendapat
dalam penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan. Berasal dari kata adab
yang artinya sopan. Tinggi rendahnya suatu bangsa dipengaruhi oleh faktor
kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan pendidikan. Kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan menjadikan bangsa dianggap lebih maju dari bangsa lain pada
zamannya.
Menurut
Damono, sebagaimana dikutip oleh Okman Sukmana, kata “adab” berasal dari bahasa
Arab yang berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti.[1]
Sesungguhnya
adab yang berarti kesopanan dan kehalusan budi pekerti berhubungan erat dengan
konsep – konsep yang berwujud nilai moral, norma, etika, dan estetika.
Jika
manusia dalam kehidupannya telah menyandarkan diri pada konsep – konsep nilai
tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa “manusia tersebut adalah sebagai
makhluk yang beradab”, yang menjalani kehidupannya dengan penuh akhlak atau
kesopanan dan kehalusan budi pekertinya.
Sedangkan
“peradaban”, menurut Fairchild, sebagaimana dikutip oleh Omana Sukmana, adalah
perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh
manusia pendukungnya.[2]
Kemudian
menurut pendapat Bierens De Hann, yang mempertentangkan pengertian kebudayaan
dan peradaban sebagai berikut, peradaban adalah seluruh kehidupan sosial,
politik, ekonomi, dan teknik. Jadi, peradaban adalah bidang kehidupan untuk
kegunaan yang praktis, sedngkan kebudayaan ialah sesuatu yang berasal dari
hasrat dan gairah yang lebih dan murni yang berada diatas tujuan yang praktis
hubungan kemasyarakatan. Sementara itu, Prof. Dr. Koentjaraningrat, memnyatakan
bahwa peradaban ialah bagian – bagian kebudayaan yang halus dan indah seperti
kesenian.[3]
Masyarakat
telah mencapai tahap kebudayaan tertentu dan telah maju berarti masyarakat
tersebut telah mencapai tingkat peradaban tinggi yang bercirikan penguasaan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan lain – lain.
Peradaban
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan bagian – bagian atau
unsur kkebudayaan yang dianggap halus, indah, dan maju. Misalnya perkembangan
kesenian, IPTEK, kepandaian manusia, dan sebagainya dimana tiap bangsa didunia
memiliki karaktter kebudayaan yang khas, maka tak heran bila sebuah negara
hanya unggul IPTEK-nya saja atau keseniannya saja.
Konsep
peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat
tertentu yang tercermin dalam tingkkat intelektual, keindahan, teknologi,
spiiritual yang terlihat dalam masyarakatnya. Kebudayaan merupakan kelanjutan
yang bertahap kearah yang semakin kompleks. Dimana unsur – unsur kebudayaan
terintegrasi menjadi satu sistem budaya dan memiliki keterkaitan antara ketujuh
unsur kebudayaan universal yaitu sistem teknologi, peralatan, sistem mata
pencaharian, organisme, sosial, religi dan bahasa.
Dengan
demikian, peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah
mencapai tingkat tertentu yang dicirikan oleh taraf intelektual, kekindahan,
teknologi, dan spiritual tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Taraf
kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu
tercermin pada pendukungnya yang dikatakan sebagai beradab atau mencapai
peradaban yang tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pendapat
koentjaraningrat sebagaimana dikutip oleh Nursyid Sumaatmaja, sebagai berikut :
Di
samping istilah “kebudayaan” ada pula istilah “peradaban”. Hal yang terakhir
adalah sama dengan istilah civilization, yang biasanya dipakai untuk
menyebutkan bagian – bagian dan unsur – unsur dari kebudayaan yang halus, maju,
dan indah, seperti misalnya : kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun
pergaulan, kepandaian menulis, organisasi kenegaraan, dan sebagainya. Istilah
“peradaban” sering dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai
sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa dan sistem
kenegaraan dan masyarakat maju dan kompleks.[4]
Dengan
demikian, peradaban adalah merupakan tahapan tertentu dari kebudayaan
masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan
oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju.
Suatu
masyarakat yang telah mencapai tahapan peradaban tertentu, berarti telah
mengalami evolusi kebudayaan yang lama dan bermakna sampai pada tahap tetentu
yang diakui oleh tingkat IPTEK dan unsur – unsur budaya lainnya. Dengan
demikian, masyarakat tersebut dapat dikatakan telah mengalami proses perubahan
sosial yang berarti, sehingga taraf kehidupannyasemakin kompleks. Atau dengan
kata lain telah memasuki tahapan atau tingkatan peradaban tertentu.
2.2. Hakikat Manusia Sebagai Mahluk beradab dan Manusia
Adab
manusia
disamping sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk
sosial budaya, dimana saling berkaitan satu sama lain. Sebagai mahluk Tuhan,
manusia memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada sang Kholik, sebagai mahluk
individu manusia harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai mahluk
sosial budaya harus hidup berdampingan dengan manusia atau orang lain dalam
kehidupan yang selaras dan saling membantu.
Pada
hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia yang lain, sesuai
dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan bantuan manusia
lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lalin tersebut, sehingga dengan
demikian manusia disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai
tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain, agar dapat melangsungkan
hidupnya dalam masyarakat tersebut. Tanggung jawab adalah sesuatu yang menjadi
keharusan untuk dilaksanakan. Kalau terjadi sesuatu maka orang yang dibebani
tanggung jawab tersebut wajib menanggung segala sesuatunya. Oleh karena itu,
manusia yang bertanggung jawab ialah manusia yang dapat menyatakan bahwa
tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum.
Dalam
kehidupannya manusia pasti dihadapkan dalam berbagai masalah, hambatan,
tantangan, dan gangguan dalam upaya mencapai cita – cita hidup atau tujuan
hidupnya. Sebagai mahluk yang mempunyai keinginan mencapai cita – cita yang
akan memimpin kepada kebaikan dan keselamatan baik pribadi maupun orang lain,
harus memiliki pandangan hidup yang teguh dan tak tergoyahkan oleh kedaan
apapun.
Didalam
mengadakan interaksi sosial antara individu yang satu dengan individu yang
lainnya atau bahkan dengan masyarakat sekitarnya, maka individu atau orang
tersebut harus menjunjung tinggi tenggang rasa, tepo seliro, saling asih, asuh,
dan asah. Dengan demikian manusia semua mampu menunjukkan bahwa ada guna dan
mampu menunjukkan fungsi masing – masing.
Hidup
sebenarnya merupakan kodrat dari setiap manusia, dan barangkali siap
dibayangkan apabilamasih ada manusia yang hidup sendirian. Sebab di tengah –
tengah kehidupan bersama itu justru manusia dapat mengembangkan kemanusiaannya,
disitu pula ada aturan – aturan, norma – norma, adat istiadat, ugeran dan
wejangan yang harus ditaati, yang kesemuanya itu turut membentuk citra pikiran,
pola dan tindakan dari semua manusia.
Untuk
menjadi mahluk yang beradab, manusia harus senantiasa menjujung tinggi aturan –
aturan, norma – norma, adat istiadat, ugeran dan wejangan atau nilai – nilai
kehidupan yang ada dimasyarakat yang diwujudkan dengan manaati berbagai pranata
sosial atau aturan sosial, sehingga dalam kehidupan di masyarakat itu akan
tercipta ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian. Dan nilah
sesungguhnya makna hakiki sebagai manusia beradab.[5]
Konsep
masyarakat adab dalam pengertian yang lain, adalah seuatu kombinasi yang ideal
antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
2.3. Evolusi Budaya dan Tahapan – Tahapan Peradaban
Evolusi
diajukan sebagai faktor kebudayaan pada sekitar pertengahan abad ke – 19 dan
dengan segera pula menjadi kategori budaya yang sangat populer. Mereka yang
menerapkan gagasan evolusi pada pertumbuhan kebudayaan tidak begitu melukiskan
proses yang sungguh – sungguh terjadi, melainkan hanya menyusun sebuah artificial
selection diantara ratusan peristiwa dan kejadian yang lalu diurutkan
mmenurut skema evolusi. Menurut JWM Baker SJ[6],
mereka tidak sampai menerangkan jalan kebudayaan dengan teori evolusi, tetapi
mencoba membuktikan evolusi dengan data budaya yang ada.
Proses
evolusi kebudayaan hanya dipandang dari jauh, yakni dengan mengambil jangka
waktu yang panjang, misalnya beberapa tahun yang lalu, maka akan menampakkan
perubahan – perubahan besar yang seolah menentukan arah (directional)
dari sejarah perkembangan kebudayaan yang bersangkutan. Perubahan – perubahan
besar ini lalu menjadi perhatian utama dari para peneliti yang berupaya untuk
merekonstruksikan sejarah perkembangan dari seluruh umat manusia dan
kebudayaannya. Para peneliti pada umumnya merekonstruksi dengan menganalisa
sisa – sisa dari benda – benda hasil kebudayaan manusia jaman dahulu yang
antara lain digali dari dalam lapisan bumi diberbagai tempat.[7]
Sementara
itu terkait dengan tahapan – tahapan peradaban, Alfin Tolfer sebagaimana
dikutip oleh Oman Sukmana, menyatakan bahwa tahapan peradaban dapat dibagi atas
3 (tiga) tahapan, yaitu:[8]
1.
Gelombang
pertama sebagai tahap peradaban pertanian, dimana dimulai kehidupan baru dari
budaya meramu ke bercocok tanam (revolusi agraris).
2.
Gelombang kedua
sebagai tahap peradaban industri penemuan mesin uap, energi listrik, mesin
untuk mobil dan pesawat tterbang (revolusi industri).
3.
Gelombang ketiga
pada tahap perkembangab peradaban reformasi. Penemuan teknologi informasi dan
komunikasi (ICT) dengan komputer atau alat komunikasi digital.
Jhon
Naisbitt,[9]
mengemukakan bahwa era reformasi menimbulkan gejala mabuk teknologi, yang
ditandai dengan beberapa indikator, yaitu:
1.
Masyarakat lebih
menyukai penyelesaian masalah secara kilat,
2.
Masyarakat takut
sekaligus memuja teknologi,
3.
Masyarakat
mengaburkan peradaban antara yang nyata dan yang semu,
4.
Masyarakat
menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar,
5.
Masyarakat
mencintai teknologi dalam bentuk mainan, dan
6.
Masyarakat
menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut.
2.4. Wujud Peradaban
Peradaban
adalah wujud kebudayaan sebagai hasil kreatifitas manusia baik yang bersifat
materiil barupa benda – benda yang kasat mata dan dapat diraba maupun yang
bersifat non – materiil dalam bentuk nilai, norma, moral, etika dan estetika.
Yang
hendak diulas lebih lanjut dalam bagian iini adalah peradaban sebagai wujud
kebudayaan yang bersifat non – materiil, sebagai adat sopan santun pergaulan
dalan kehidupan bermasyarakat, yang sangat penting artinyan bagi manusia
sehingga dalam menjalani hidup dan kehidupan ini manusia senantiasa memegang
teguh nilai – nilai yang ada baik berupa moral, norma, etika dan estetika.
Menurut
Ki Hadjar Dewantara, etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan
dan keburukan didalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak –
gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai
mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.[10]
Etika
adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral
yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya, meliputi perilaku yang
dianggap baik dan perilaku yang diangap tidak baik. Etika merupakan suatu
ajaran yang melakukan refleksi kritis atas norma ajaran moral. Tugas etika
adalah mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku manusia.
Secara
dikotomis ada etika deskriptif yang berusaha mengkaji secara kritis dan
rasional tentang sikap dan pola perilaku manusia, dan apa yang dikerjakan oleh
manusia dalam hidup sebagai sesuatu yang bernilai. Sedangkan etika normatif
adalah berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia.
Menurut
Th. L. Vanhoeven (dalam Oman Sukmana), norma berasala dari kata “normalis”,
yang bertarti menurut petunjuk, kaidah, kebiasaan, kelaziman, patokan, standar,
ukuran.[11]
Norma – norma yang ada dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang
berbeda – beda, yang dapat dirinci sebagai berikut:[12]
1. Folkways, yakni norma – norma
berdasarkan kebiasaan dalam tradisi, dan apabila dilanggar tidak ada
sanksinya, tetapi hanya dianggap aneh dan menjadi sasaran pembicaraan umum
saja. Contoh: tata cara berpakaian, tata cara makan, tata cara sopan santun,
dan sebagainya.
2. Mores (tata kelakuan), yakni
norma moral yang menentukan suatu kelakuan tergolaong benar atau salah, baik
atau buruk. Norma – norma atau kaidah – kaidah tersebut sebetulnya bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasar masyarakat. Perbuatan yang melanggar
mores biasanya dikenakan sanksi. Jadi individu yang melanggar mores akan
dihukum.
Manusia
sebagai makhluk sosial dan mahluk berbudaya pada dasarnya dipengaruhi oleh
nilai – nilai kemanusiaan, dimana nilai tersebut erat hubungannya dengan
moralitas. Moral adalah nilai – nilai dalam masyarakat dalam hubungannya dengan
kesusilaan. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang harus
hidup secara baik sebagai manusia, dan sekaligus merupakan petunjuk kongkrit
yang siap pakai tentang bagaimana seseorang itu harus hidup.
Jika
manusia dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan
bernegara, mampu menegakkan dan selalu berpegang teguh pada nilai – nilai
kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, sehingga pada gilirannya tercipta
adanya kedilan, ketentraman dan kesejahteraan, maka inilah sebagai wujud dari
masyarakat bermoral, dan sebaliknya akan terjadi dekadensi moral.
Selanjutnya
terkait dengan estetika, sebagaimana diketahui bahwa dalam realitas budaya
pengembangab kebudayaan dikembangkan melalui nilai – nilai estetika yang tidak
terlepas dari nilai – nilai moral, etika, norma dan hukum yang berlaku.
Secara
etimologis istilah “estetika” berarti “teori tentang ilmu penginderaan”. Tetapi
kemudian diberi pengertian yang dapat diterima lebih luas ialah “teori tentang
keindahan dan seni.”[13]
Manusia
memiliki sensibilitas estetis, karena itu manusia tak dapat dilepaskan dari
keindahan. Manusia membutuhkan keindahan dalam kesempurnaan (keutuhan)
pribadinya. Tanpa estetika ini, kemanusiaan tidak lagi mempunyai perasaan dan
semua kehidupan akan menjadi steril. Demikian eratnya kehidupan manusia dengan
keindahan, maka banyak para ahli/cendekiawan mengadakan studi khusus tentang
keindahan. Melalui panca inderanya, manusia dapat merasakan sesuatu. Apabila
manusia merasakan akan sesuatu itu menyenangkan atau menggembirakan dan
sebagainya, timbul perasaan puas. Demikian juga kepuasan timbul setelah
seseorang melihat atau merasakan sesuatu yang indah. Rasa kepuasan itu lahir
setelah perasaan keindahan yang ada pada setiap orang itu bangkit. Tiap – tiap
orang memiliki perasaan keindahan (kepekaan keindahan), yaitu kemampuan
terpesona, tergerak oleh ciptaan yang indah, tidak acuh tak acuh, tetapi
mengambil sikap (senang atau tidak senang).
2.5. Problematika Peradaban dalam Kehidupan Masyarakat
1. Kemajuan
IPTEK Bagi Peradaban Manusia
Secara harfiah teknologi dapat
diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya
adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan
akal dan alat.
Sedangkan menurut Jaques Ellul
(1967: 1967 xxv) memberi arti teknologi sebagai” keseluruhan metode yang secara
rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan
manusia”Pengertian teknologi secara umum adalah: proses
yang meningkatkan nilai tambah, produk yang
digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja, Struktur atau sistem
di mana proses dan produk itu dikembamngkan dan
digunakan
Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita
hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai
dengan kemajuanm ilmu pengetahuan. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai
cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Namun demikian, walaupun pada
awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga juga
memungkinkan digunakan untuk hal negatif.
2.
Dampak Globalisasi Bagi Peradaban Manusia
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap
perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan
telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap
memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi,
Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk
melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah,
gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas.
Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut semakin lenyap di masyarakat. Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah
tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang
menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat
menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain
yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia
yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa).
Beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya
pergeseran kebudayaan/peradaban yang disebabkan oleh pengaruh globalisasi,
diantaranya yaitu :
a.
Pemerintah perlu mengkaji ulang
peraturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa.
b.
Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian
budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya.
c.
Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan
seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar
tidak menimbulkan pergeseran budaya.
d.
Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan
globalisasi kebudayaan baru, sehingga
budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative.
e.
Masyarakat harus berhati-hati
dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di
negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri
bangsa kita.
BAB
III
STUDI
KASUS
Sebenarnya
kesadaran murni manusia dalam menuntut hak tidak pernah berhenti, segala daya
upaya telah pula dilaksanakan. Di pihak lain dapat pula diketahui, bahwa ada
beberapa tindakan manusia yang erat hubungannya dengan manusia hak, mereka
ingin melepaskan diri dari keadaan yang dianggapnya tidak sesuai dengan
perasaan keadilannya. Bahkan tindak tanduk mereka justru dianggapnya paling
benar dan bijaksana, terlepas dari apakah mereka telah berputus asa atau tudak
dalam menuntut hak dan memperoleh keadilan ini, yang jelas tingkah laku
tersebut dilakukannya sebagai jalan keluar dari masalah tersebut.
Terjadinya
peristiwa manusia yang tidak makan (mogok makan) dalam waktu tertentu, dan
adanya pembelotan – pembelotan dari warga itu sendiri dengan berbagai dalil dan
alasan mereka sebagai aksi protes karena terjadi ketidakadilan. Mereka merasa
adanya kekangan – kekangan hidup dan adanya pembatasan yang ketat terhadap
beberapa hak yang kiranya harus diperhatikan dalam kehidupan mereka sehari –
hari, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai warga negara.
Semua
kejadian tersebut, sebenarnya berpangkal dari adanya sebuah keinginan
kesempurnaan hidup. Hidup baru dikatakan sempurna apabila semua hak – hak yang
dimiliki oleh manusia mendapat perhatian penuh. Dalam suatu masyarakat yang
adil, setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya dianggap
paling cocok bagi setiap orang tersebut, yang tentunya perlu adanya keselarasan
dan keharmonisan.
Namun
demikian keinginan manusia untuk mewujudkan keinginannya atau haknya sebagai
salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan hidup, tidaklah boleh dilakukan secara
berlebihan atau bahkan merugikan manusia lain. Dengan kata lain manusia dalam
menggunakan hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya tidak boleh melampaui
batas atau merugikan kepentingan manusia lain. Sebagai suatu anggota masyarakat
yang beradab manusia harus bisa menciptakan adanya keseimbangan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Jadi perlu adanya suatu kombinasi
yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
BAB
IV
ANALISA
DAN KESIMPULAN
Peradaban
adalah merupakan tahapan tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula,
yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju.
Suatu
masyarakat yang telah mencapai tahapan peradaban tertentu, berarti telah
mengalami evolusi kebudayaan yang lama dan bermakna sampai pada tahap tetentu
yang diakui oleh tingkat IPTEK dan unsur – unsur budaya lainnya. Dengan
demikian, masyarakat tersebut dapat dikatakan telah mengalami proses perubahan
sosial yang berarti, sehingga taraf kehidupannyasemakin kompleks. Atau dengan
kata lain telah memasuki tahapan atau tingkatan peradaban tertentu.
Untuk
menjadi mahluk yang beradab, manusia harus senantiasa menjujung tinggi aturan –
aturan, norma – norma, adat istiadat, ugeran dan wejangan atau nilai – nilai kehidupan
yang ada dimasyarakat yang diwujudkan dengan manaati berbagai pranata sosial
atau aturan sosial, sehingga dalam kehidupan di masyarakat itu akan tercipta
ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian. Dan inilah sesungguhnya
makna hakiki sebagai manusia beradab.
Konsep
masyarakat adab dalam pengertian yang lain, adalah seuatu kombinasi yang ideal
antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Proses
evolusi kebudayaan hanya dipandang dari jauh, yakni dengan mengambil jangka
waktu yang panjang, misalnya beberapa tahun yang lalu, maka akan menampakkan
perubahan – perubahan besar yang seolah menentukan arah (directional)
dari sejarah perkembangan kebudayaan yang bersangkutan. Perubahan – perubahan
besar ini lalu menjadi perhatian utama dari para peneliti yang berupaya untuk
merekonstruksikan sejarah perkembangan dari seluruh umat manusia dan
kebudayaannya. Para peneliti pada umumnya merekonstruksi dengan menganalisa
sisa – sisa dari benda – benda hasil kebudayaan manusia jaman dahulu yang antara
lain digali dari dalam lapisan bumi diberbagai tempat.
Jika
manusia dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan
bernegara, mampu menegakkan dan selalu berpegang teguh pada nilai – nilai
kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, sehingga pada gilirannya tercipta
adanya kedilan, ketentraman dan kesejahteraan, maka inilah sebagai wujud dari
masyarakat bermoral, dan sebaliknya akan terjadi dekadensi moral.
Manusia
memiliki sensibilitas estetis, karena itu manusia tak dapat dilepaskan dari
keindahan. Manusia membutuhkan keindahan dalam kesempurnaan (keutuhan)
pribadinya. Tanpa estetika ini, kemanusiaan tidak lagi mempunyai perasaan dan
semua kehidupan akan menjadi steril. Demikian eratnya kehidupan manusia dengan
keindahan, maka banyak para ahli/cendekiawan mengadakan studi khusus tentang
keindahan. Melalui panca inderanya, manusia dapat merasakan sesuatu. Apabila
manusia merasakan akan sesuatu itu menyenangkan atau menggembirakan dan
sebagainya, timbul perasaan puas. Demikian juga kepuasan timbul setelah
seseorang melihat atau merasakan sesuatu yang indah. Rasa kepuasan itu lahir
setelah perasaan keindahan yang ada pada setiap orang itu bangkit. Tiap – tiap
orang memiliki perasaan keindahan (kepekaan keindahan), yaitu kemampuan terpesona,
tergerak oleh ciptaan yang indah, tidak acuh tak acuh, tetapi mengambil sikap
(senang atau tidak senang).
DAFTAR
PUSTAKA
Bakker
SJ, JWM, 1984, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Pustaka Filsafat,
Kanisius, Yogyakarta.
Koentjaraningrat,
1974, Pengantar Antropologi, Aksara Baru, Jakarta
Nursyid
Sumaatmadja, 2002, Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi, Alfabeta, Bandung.
Sukamana,
Oman, 2008, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Diktat Kuliah, Universitas
Muhammadiyah Malang.
Suratman,
2009, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Materi Kuliah, Universitas Ialam Malang.
[1]
Oman sukmana, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (manusia dan peradaban)
Diktat Kuliah, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah
Malang, 2008, halaman 2
[2]
Ibid., dan lihat pula dalam Nursyid Sumaatmadja, Pendidikan
Pemanusiaan, Manusia dan Manusiawi, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2002,
halaman 67
[4]
Nursyid Sumaatmaja, loc.cit.
[5]
Suratman, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Manusia dan Peradaban), Hand
Out, Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
(Unisma), 2009, halaman 6
[7]
Koentjaraningrat, op.cit., halaman 137 – 138
[8]
Alvin Tolfer dalam Oman Sukmana, op.cit., halaman 5
[9]
Ibid., halaman 11
[11]
Ibid, halaman 8
[12]
Koentjaraningrat, op.cit., halaman 84 - 85
[13]
M. Habib Mustopo, op.cit., halaman 102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar